MEDAN-OGENews.com- Mantan Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Binjai, Syahrial menangis saat membacakan nota pembelaan (pledoi) pribadinya.
Tetesan air mata terdakwa mengucur diruang Cakra 9 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jumat (17/6/2022). Dalam perkara ini, terdakwa mengaku dizalimi.
“Saya berdoa bagi orang-orang yang terkasih dan yang saya sayangi agar tetap mendukung saya dalam menghadapi kezaliman ini,”kata Syahrial dengan suara terbata-bata.
Meski merasa dijalimi, Syahrial tidak percaya dengan hal-hal yang dipersangkakan kepadanya meskipun banyak hal yang tidak diketahuinya tetapi penyidik justru membuatnya jadi tersangka.
“Semoga majelis hakim yang mulia, berkenan untuk memeriksa perkara ini dengan cermat dan memberikan keadilan kepada saya dan semoga Tuhan Yang Maha Esa dapat membalas semuanya,”ujarnya dengan berurai air mata.
Sebab, menurut Syahrial, fakta yang terungkap di persidangan, CCTV PT Z (kamera pengawas) ada dan berfungsi, tidak fiktif dan tidak ada indikasi mark-up (penggelembungan anggaran). Sudah buka dicatatkan menjadi aset Pemko Binjai.
“Bagaimana bisa saya dipidana dan membayar Uang Pengganti (UP) kerugian keuangan Negara sementara faktanya tidak ada aliran dana ke Saya?,”ucapnya membela diri.
Sebaliknya dinas yang dipimpin Syahrial telah banyak membantu aparat Kepolisian kalau ada laporan kejahatan-kejahatan di Jalan raya, kemudian mendatangi ruang CC Room untuk memantau kejahatan di Kota Binjai, yaitu dari fungsi CCTV PT Z yang dapat dilihat dari monitor dan dapat dizoom sehingga tampak jelas.
“Ada 15 kejahatan di jalan raya selama tahun 2019 terungkap karena adanya CCTV PT Z yang terpantau di Jalan raya, bahwa CC Room kita adalah Pilot Proyek Percontohan CCTV se-Sumatera Utara (Sumut) dan sudah banyak Kabupaten/Kota di Sumut yang belajar bagaimana cara membangun sistem CCTV untuk Daerahnya, semua itu mencontoh dari Dishub Kota Binjai,”jelasnya.
Namun, sambung dia, semuanya telah dilimpahkan kepadanya selaku Pengguna Anggaran (PA) ke Kuasa Penggunaan Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan lainnya yang telah punya pengalaman dalam pengadaan barang sejak 2017 hingga 2020.
“Dengan segala kerendahan hati, saya yakin dan percaya di dalam hati yang mulia majelis hakim tahu bahwa mengacu kepada fakta persidangan yang ada, saya tidak bersalah. Memohon kepada yang mulia dengan segala wibawa dan kewenangannya dapat memutus perkara ini agar arif dan bijaksana. Sudilah kiranya yang mulia majelis hakim menolak tuntutan JPU sehingga dakwaan dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan,”ucapnya berharap.
Sebelumnya, tim penasihat hukum (PH) terdakwa, Saiful Hasibuan dalam pledoi setebal 307 lembar tersebut juga memohon agar majelis hakim yang diketuai Erika Sari Ginting nantinya agar membebaskan Syahrial dari segala tuntutan JPU.
Konstruksi tindak pidana korupsi yang terungkap di persidangan telah terbantahkan. Bahkan auditor yang dihadirkan JPU dari Kejari Binjai, Juli Astuti mengakui adanya kesalahannya prosedur dalam melakukan audit kerugian keuangan Negara yang bukan saja penjumlahannya bersalahan tapi juga tidak bisa melalui telaah.
“Tidak bisa melakukan kalkulasi kerugian keuangan Negara hanya berdasarkan berkas yang disodorkan penyidik. Hal itu telah dikounter auditor yang dihadirkan tim PH terdakwa bahwa menurut ketentuan UU Nomor 15 Tahun 2004, wajib dilaksanakan audit perhitungan kerugian keuangan Negara. Jadi, tidak boleh melalui telaah semata,”tegasnya.
Dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 16 Tahun 2018 tentang Pengadadaan Barang dan Jasa Pemerintah memiliki konsideran dengan UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, khususnya di Pasal 1 angka 23 bahwa klien mereka sebagai PA telah melimpahkan kewenangan pekerjaan keempat paket dimaksud kepada PPK Juanda Prastowo (terdakwa berkas penuntutan terpisah).
Demikian halnya dakwaan tidak berdasar seolah klien mereka sengaja memecah anggaran menjadi 4 paket pekerjaan yakni pengadaan CCTV PT Z, belanja ban dan bahan perbaikan perangkat pengaman bus, pengadaan Video Wall Controller sebesar pekerjaan persiapan lahan dan Kantor Unit Pelaksana Teknis Bus Rapid Transit (UPTD BRT), perspektif hukum yang salah dan tidak berdasar.
Mirisnya, fakta yang terungkap di persidangan, sejumlah CCTV yang disita penyidik Kejari Binjai bukanlah barang bukti (BB) terkait dengan perkara yanh sedang disidangkan dan tidak pernah dikroscek ke pihak terkait di Dishub Kota Binjai.
“Keempat paket pekerjaan tersebut faktanya telah melalui tahapan dan telah dibahas dalam Sidang Paripurna DPRD Kota Binjai. Sudah ketuk palu, bukan terdakwa atas kewenangannya atau jabatan yang ada padanya menjadikan anggaran tersebut menjadi 4 paket pekerjaan lewat Penunjukan Langsung (PL). Untuk itu kami selaku tim PH Syahrial memohin agar yang mulia majelis hakim nantinya menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa. Izinkan kami mengutip pameo hukum, lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah dari pada menghukum satu orang yang tidak bersalah,”pungkas Saiful Hasibuan.
Mendengar itu, hakim ketua Erika Sari Ginting pun melanjutkan persidangan pekan depan dengan agenda penyampaian replik atas pledoi tim PH terdakwa.
Sementara pada persidangan pekan lalu JPU Nanda Lubis menuntut Syahrial agar dipidana 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan serta membayar UP kerugian keuangan Negara senilai Rp194.489.370 subsidair 1 tahun penjara.
Sedangkan Juanda Prastowo selaku PPK (masuk Daftar Pencarian Orang /DPO) lewat persidangan inabsentia dituntut lebih berat yakni pidana 6 tahun penjara dengan denda dan membayar UP kerugian keuangan Negara serta subsidair yang sama dengan Syahrial. (Gar)