Binjai, ogenews.com
Guna menuntut keadilan dan kebenaran atas meninggalnya orangtuanya yang bernama R. br Ketaren di RSUD DR. Djoelham Binjai, Tiopan Tarigan kembali mendatangi Kantor Balai Kota Binjai yang beralamat di Jalan Jend. Sudirman, Kelurahan Kartini, Kecamatan Binjai Kota, Senin (17/3/2025).
Menurut Tiopan, kedatangan dirinya ke Kantor Balai Kota Binjai guna meminta rekaman CCTV di beberapa titik yang ada di RSUD DR. DJoelham Binjai di hari pada saat ibunya meninggal dunia, tepatnya pada Sabtu (15/2) lalu.
Pantauan awak media, saat berada di Balai Kota Binjai, Tiopan bertemu dengan Kepala Inspektorat Kota Binjai, Drs. Eka Edi Syahputra. Dalam pertemuan tersebut, Tiopan mengutarakan kedatangannya. Namun dalam pertemuan itu sempat terjadi Perdebatan diantara keduanya.
“Kedatangan saya kesini untuk meminta duplikat rekaman CCTV yang ada di parkiran, tempat menuju ruangan dan didalam ruangan Hemodialisa. Ini masalah nyawa orang, dan saya berharap kepada bapak selaku Kepala Inspektorat, dapat memberikan duplikatnya,” ungkapnya.
Karena terhitung sampai besok, waktunya tepat sebulan dari meninggalnya orangtua saya. Saya khawatir rekaman itu terhapus oleh sistem atau dihapus oleh oknum,” beber Tiopan.
Menyikapi hal tersebut, Kepala Inspektorat Kota Binjai Drs. Eka Edi Syahputra, mengatakan jika pihaknya akan menggelar rapat terlebih dahulu.
“Nanti pada jam dua siang, kita akan menggelar rapat terlebih dahulu,” ucap Eka dalam pertemuan yang diwarnai dengan perdebatan tersebut.
Walau belum mendapatkan hasil, namun Tiopan terus tetap berusaha untuk menuntut keadilan atas meninggalnya orangtuanya.
“Tadi saya juga sempat chat Pak Wawa (Wakil Walikota Binjai). Beliau saat ini katanya sedang rapat di Kantor Gubernur. Tapi beliau juga sampaikan akan menggelar rapat pada hari ini,” beber Tiopan.
Perjuangan pria yang berprofesi sebagai Advokat itu pun terus berlanjut. Tak berselang lama, ia pun mendatangi RSUD DR. Djoelham Binjai guna menemui Plt. Direktur Rumah sakit milik pemerintah daerah tersebut.
Perdebatan kecil pun sempat terjadi saat Tiopan berada diruangan Plt. Direktur RSUD DR. Djoelham Binjai, dr. Romy A. Lukman. Dalam pertemuan itu, Tiopan lagi lagi mengutarakan maksud kedatangannya.
“Saya tadi juga jumpai beliau (Plt. Direktur RSUD DR. Djoelham Binjai) namun saya menilai beliau tidak kooperatif saat saya berkunjung. Sebab tanpa alasan yang jelas, tiba tiba beliau langsung keluar dari ruangannya,” pungkasnya.
Diakui Tiopan, guna menuntut keadilan dan mencari kebenaran atas meninggalnya orangtuanya, Tiopan juga mengaku sudah melayangkan surat ke Kantor DPRD Binjai agar segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP). Namun hingga kini belum ada balasannya.
Tidak hanya itu, pada hari Senin (10/3) kemarin, Tiopan juga mengaku sudah melayangkan surat kepada Kepala Ombudsman Perwakilan Medan.
Dalam isi surat tersebut, Tiopan membeberkan perihal pengaduan fasilitas pelayanan publik yang tidak bagus dan tidak profesional di RSUD DR. Djoelham Binjai.
Diberitakan sebelumnya, kabar mengejutkan terkait dugaan malapraktik kembali terjadi di salah satu Rumah Sakit yang ada di Kota Binjai.
Adalah, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) DR Djoelham Binjai yang berada di Kelurahan Satria, Kecamatan Binjai Kota, yang diduga melakukan malapraktik. Bahkan dugaan tersebut sudah beredar viral di media sosial (medsos).
Adapun korbannya bernama Rantam Br Ketaren (75). Kejadian ini bermula pada saat ia menjalani cuci darah yang untuk kedua kalinya di Ruang Hemodialisa yahg berada di RSUD DR Djoelham.
Ibu saya masuk ke RSUD Djoelham pada tanggal 8 Februari 2025 kemarin. Pertama kali cuci darah pada tanggal 12 Februari. Dan cuci darah kedua pada tanggal 15 Februari 2025. Namun akhirnya ibu saya meninggal dunia,” ujar Tiopan Tarigan SH, yang merupakan anak korban saat dikonfirmasi awak media, Kamis (27/2).
Diakui pria yang juga berprofesi sebagai Advokat tersebut, pada saat ibunya menjalani cuci darah, sudah memakan waktu sekitar satu jam lamanya. Bahkan ia pun mengaku sempat meninggalkan ibunya untuk membeli perbekalan di Pasar Kaget Binjai.
Saya memang lagi di luar untuk membeli perbekalan ibu saya di Pasar Kaget Kota Binjai. Karena kata dokter, ibu saya sudah bisa pulang. Tiba-tiba kakak saya menelepon sambil menangis histeris. Di bilangnya ibu saya sudah meninggal,” urai Tiopan.
Namun diakui Tiopan, setibanya kembali ke RSUD Djoelham, ia melihat sudah ada satu unit mobil pemadam kebakaran. Ia juga melihat petugas pemadam pada waktu itu memasukkan selang ke dalam ruangan Hemodialisa (HD).
Sedangkan ibu saya waktu itu saya lihat dadanya lagi ditekan-tekan. Saya juga mendengar perkataan tim medis waktu itu menyatakan ibu saya meninggal dunia. Spontan saya terkejut, saya tanya juga kenapa mesinnya ada tulisan “No Water”. Ada alarm berbunyi dan kedipan lampu berwarna merah,” beber Tiopan.
“Ada petugas medis yang menyahuti pertanyaan saya, katanya kan sudah ada pemadam kebakaran lagi di isi pak. Langsung saya berpikir jika ibu saya meninggal karena tidak ada air di mesin HD itu,” sambungnya.
Karena merasa janggal dan ada kejanggalan terkait kematian ibunya, pria yang juga seorang advokat ini mencari tau kebenarannya.
Informasi yang saya dapatkan dari aplikasi Meta AI, apakah kekurangan air dalam proses cuci darah bisa mengakibatkan kematian? Dan dijawab jika benar, kekurangan air dalam proses cuci darah dapat mengakibatkan kematian,” kata Tiopan.
Bahkan menurut Tiopan dari informasi aplikasi Meta AI, kekurangan air saat cuci darah dapat mengakibatkan komplikasi serius.
Sampai saat ini apa karena kekurangan air membuat ibu saya meninggal dunia. Ini yang terus menghantui saya. Pada tanggal 15 Februari 2025 sewaktu ibu saya meninggal, saya sudah meminta pihak RSUD Djoelham untuk diklarifikasi, untuk bertemu dengan humas atau direktur. Tapi sampai dengan sekarang tidak ada kepuasan bagi saya belum mendapat klarifikasi atas meninggal ibu tercinta saya,” kata Tiopan.
Tak hanya itu, Tiopan juga menyampaikan pesan tertulis kepada pejabat di RSUD Djoelham terkait pelayanan publik di rumah sakit milik pemerintah itu.
Dimana poin-poin pelayanan publik yang saya amati, akses lift untuk keluarga pasien tidak diberikan 1×24 jam. Lift itu hanya sampai pukul 18.00 Wib saja. Beberapa bagian bangunan lampunya remang tak layak. Air di kamar mandi rumah sakit ini juga kuning dan bau,” ungkapnya.
Disinggung apakah kejadian ini akan dibawa ke ranah hukum, Tiopan menjelaskan akan menunggu terlebih dahulu itikad rumah sakit 2-3 hari mendatang.
Sementara itu, awak media masih berupaya mendapatkan keterangan dari pihak rumah sakit. Pasalnya beberapa petugas di RSUD Djoelham memilih bungkam atas peristiwa tersebut.
Willyam Pasaribu